1.1. Pengertian Pelapisan Sosial
Pengaruh pelapisan sosial merupakan gejala umum yang dapat ditemukan di setiap masyarakat pada segala zaman. Betapapun sederhananya suatu masyarakat gejala ini pasti dijumpai. Pada sekitar 2000 tahun yang lalu, Aristoteles menyatakan bahwa di dalam setiap negara selalu terdapat tiga unsur yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat dan mereka yang ada di tengah-tengah.
Adam Smith membagi masyarakat ke dalam tiga kategori yaitu orang-orang yang hidup dari penyewaan tanah, orang-orang yang hidup dari upah kerja, dari keuntungan perdagangan. Sedangkan Thorstein Veblen membagi masyarakat ke dalam dua golongan yang pekerja, berjuang untuk mempertahankan hidup dan golongan yang banyak mempunyai waktu luang karena kekayaannya.
Pernyataan tiga tokoh di atas membuktikan bahwa pada zaman ketika mereka hidup dan dapat diduga pula pada zaman sebelumnya, orang-orang telah meyakini adanya sistem pelapisan dalam masyarakat, yang didalam studi sosiologi disebut pelapisan.
Sedangkan pelapisan sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau para warga masyarakat ke dalam kelas secara hierarkis (bertingkat). Perwujudan adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah di dalam masyarakat.
Di dalam masyarakat terdapat pelapisan sosial yang akan selalu ditemukan dalam masyarakat selama di dalam masyarakat tersebut terdapat sesuatu yang dihargai demikian menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam bukunya “Setangkai Bunga Sosiologi”, sesuatu yang dihargai itu adalah uang atau benda-benda yang lain yang bernilai ekonomis, politis, agamis, sosial maupun kultural.
Adanya kelas yang tinggi dan kelas yang rendah itu disebabkan karena di dalam masyarakat terdapat ketidakseimbangan atau ketimpangan (inequality) dalam pembagian sesuatu yang dihargai yang kemudian menjadi hak dan kewajiban yang dipikul dari warga masyarakat ada segolongan orang yang mendapatkan pembagian lebih besar dan ada pula mendapatkan pembagian lebih kecil, sedangkan yang mendapatkan lebih besar mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi, yang mendapatkan lebih kecil menduduki pelapisan yang lebih rendah. Pelapisan mulai ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama atau organisasi sosial.
Pelapisan sosial merupakan hasil dari kebiasaan manusia berhubungan antara satu dengan yang lain secara teratur dan tersusun biak secara perorangan maupun kelompok, setiap orang akan mempunyai situasi sosial (yang mendorong untuk mengambil posisi sosial tertentu. (Drs. Taufik Rahman Dhohir, 2000)
1.2. Terjadinya Pelapisan Sosial
Terjadinya Pelapisan Sosial terbagi menjadi 2, yaitu:
• Terjadi dengan Sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena itu sifat yang tanpa disengaja inilah yang membentuk lapisan dan dasar dari pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu, dan kebudayaan masyarakat dimana sistem itu berlaku.
• Terjadi dengan Sengaja
Sistem pelapisan ini dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Dalam sistem ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya kewenangan dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang.
Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara sengaja, mengandung 2 sistem, yaitu:
1. Sistem Fungsional, merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat.
2. Sistem Skalar, merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas ( Vertikal ).
1.3. Perbedaan sistem pelapisan dalam masyarakat
Masyarakat terdiri dari berbagai latar belakang dan pelapisan sosial yang berbeda-beda. Pelapisan sosial merupakan pemilah-milah kelompok sosial berdasarkan status, strata dan kemampuan individu tersebut yang terjadisecara alami didalam masyarakat. Terjadinya pelapisa sosial berdasarkan adanya cara pandang masyarakat yang berbeda-beda dengan dilatarbelakangi oleh status sosial, strata sosial dan kemampuan ekonomi yang berbeda-beda. Adapun perbedaan sistem pelapisan dalam masyarakat.
1. Sistem pelapisan masyarakat tertutup diantaranya, Kasta Brahmana (pendeta), Kasta Ksatria (golongan bangsawan), Kasta Waisya (golongan pedagang), Kasta Sudra (golongan rakyat jelata) dan Kasta Paria (golongan orang yang tidak memiliki kasta).
2. Sistem pelapisan masyarakat terbuka. Setiap orang mempunyai kesempatan untuk menempati jabatan, jika orang tersebut menpunyai kemampuan pada bidang tersebut.
Kesamaan derajat terjadi karena adanya perbedaan kemampuan yang terjadi dalam bermasyarakat. Oleh sebabitu munculah lapisan-lapisan yang dapat menyatukan hal yang awalnya berbeda kemudian menjadi satu, hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang 1945 tentang hak asasi manusia.
Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat).
1.4. Beberapa teori tentang pelapisan social
Pelapisan masyarakat dibagi menjadi beberapa kelas :
• Kelas atas (upper class).
• Kelas bawah (lower class).
• Kelas menengah (middle class).
• Kelas menengah ke bawah (lower middle class).
Beberapa teori tentang pelapisan masyarakat dicantumkan di sini :
1. Aristoteles mengatakan bahwa di dalam tiap-tiap Negara terdapat tiga unsure, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat sekali, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya.
2. Prof. Dr. Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH. MA. menyatakan bahwa selama di dalam masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai.
3. Vilfredo Pareto menyatakan bahwa ada dua kelas yang senantiasa berbeda setiap waktu yaitu golongan Elite dan golongan Non Elite. Menurut dia pangkal dari pada perbedaan itu karena ada orang-orang yang memiliki kecakapan, watak, keahlian dan kapasitas yang berbeda-beda.
4. Gaotano Mosoa dalam “The Ruling Class” menyatakan bahwa di dalam seluruh masyarakat dari masyarakat yang kurang berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul ialah kelas pertama (jumlahnya selalu sedikit) dan kelas kedua (jumlahnya lebih banyak).
5. Karl Mark menjelaskan terdapat dua macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyainya dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.
2. Kesamaan Derajat
1.1. Tentang kesamaan derajat
Kesamaan derajat adalah suatu sifat yang menghubungankan antara manusia dengan lingkungan masyarakat umumnya timbal balik, maksudnya orang sebagai anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah dan Negara. Hak dan kewajiban sangat penting ditetapkan dalam perundang-undangan atau Konstitusi. Undang-undang itu berlaku bagi semua orang tanpa terkecuali dalam arti semua orang memiliki kesamaan derajat. Kesamaan derajat ini terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai faktor kehidupan.
Pelapisan sosial dan kesamaan derajat mempunyai hubungan, kedua hal ini berkaitan satu sama lain. Pelapisan soasial berarti pembedaan antar kelas-kelas dalam masyarakat yaitu antara kelas tinggi dan kelas rendah, sedangkan Kesamaan derajat adalah suatu yang membuat bagaimana semua masyarakat ada dalam kelas yang sama tiada perbedaan kekuasaan dan memiliki hak yang sama sebagai warga negara, sehingga tidak ada dinding pembatas antara kalangan atas dan kalangan bawah.
1.2. Pasal-Pasal di dalam UUD45 tentang persamaan hak
UUD 1945 menjamin hak atas persamaan kedudukan, hak atas kepastian hukum yang adil, hak mendapat perlakuan yang sama di depan hukum dan hak atas kesempatan yang sama dalam suatu pemerintahan.
Setiap masyarakat memiliki hak yang sama dan setara sesuai amanat UUD 1945, yaitu Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan,” setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada pengecualiannya”. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan,” setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan,” setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 menyatakan, ”Setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan ddari perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Norma-norma konstitusional di atas, mencerminkan prinsip-prinsip hak azasi manusia yang berlaku bagi seluruh manusia secara universal.
1.3. Empat pokok hak asasi dalam 4 pasal yang tercantum pada UUD 45
Hukum dibuat dimaksudkan untuk melindungi dan mengatur masyarakat secara umum tanpa adanya perbedaan. Jika dilihat, ada empat pasal yang memuat ketentuan-ketentuan tentang hak-hak asasi, yakni pasal 27, 28, 29, dan 31.
Empat pokok hak-hak asasi dalam 4 pasal yang tercantum di UUD 1945 adalah sebagai berikut :
• Pokok Pertama, mengenai kesamaan kedudukan dan kewajiban warga negara di dalam hukum dan di muka pemerintahan. Pasal 27 ayat 1 menetapkan bahwa “Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Di dalam perumusan ini dinyatakan adanya suatu kewajiban dasar di samping hak asasi yang dimiliki oleh warga negara, yaitu kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dengan demikian perumusan ini secara prinsipil telah membuka suatu sistem yang berlainan sekali daripada sistem perumusan “Human Rights” itu secara Barat, hanya menyebutkan hak tanpa ada kewajiban di sampingnya.
Kemudian yang ditetapkan dalam pasal 27 ayat 2, ialah hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
• Pokok Kedua, ditetapkan dalam pasal 28 ditetapkan, bahwa “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan oleh Undang-Undang”.
• Pokok Ketiga, dalam pasal 29 ayat 2 dirumuskan kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk yang dijamin oleh negara, yang berbunyi sebagai berikut : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
• Pokok Keempat, adalah pasal 31 yang mengatur hak asasi mengenai pengajaran yang berbunyi : (1) “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran” dan (2) “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar